Avonturir #10: Erwita Danu Gondohutami

Erwita Danu Gondohutami, biasa dipanggil Wita atau Erwita. Kadang ada yang iseng memanggil dengan Danu dan Gondo. Tak masalah sih, hanya saja itu sebenarnya adalah nama eyang-eyangnya yang disematkan pada namanya. Perempuan yang numpang lahir di Balikpapan namun besar di Yogyakarta ini tumbuh dari keluarga seniman tari dan akademisi, sempat berambisi menimba ilmu di dunia sains dan teknologi, namun ujung-ujungnya kembali ke ranah sosial dan humaniora hingga lulus S-1 dari Departemen Ilmu Komunikasi FISIPOL UGM Yogyakarta.

Kegiatannya hingga kini juga tak jauh-jauh dari dunia komunikasi, seni, dan budaya. Selain menjadi freelance MC, voice over talent, penyiar radio 89,5 JIZ FM dan news presenter di Jogja TV, kegiatan sehari-harinya adalah menjadi Abdi Dalem di KHP Kridhomardowo (divisi seni pertunjukan) Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Tepatnya menjadi pustakawan Kapustakan Kridhomardowo dengan tugas merawat berbagai manuskrip tentang kesenian di Keraton Yogyakarta, menjadi external relations Kridhomardowo, dan sedikit bantu-bantu mengelola media digital Kraton Jogja, khususnya yang berkaitan dengan event dan seni pertunjukan. Meski terlihat menyukai hal yang klasik dan tradisional, perempuan satu ini tetaplah manusia pada umumnya yang gemar menonton drama korea dan menikmati musik kpop (dan EDM) di sela-sela waktunya. Ini Twitter, Instagram, dan Facebook Erwita.

Erwita memilih 5 artikel berikut untuk para pembaca Pijak Pustaka:

1

Ketika Orang Berbusa-Busa Bilang ‘Karya Anak Bangsa’, Maksudnya Tuh Apa Sih?

Artikel ini langsung saya klik karena bawa-bawa kata ‘karya anak bangsa’ dan secara personal, saya memang lagi agak sedikit jengah dengan frase ini. Agaknya frase ‘karya anak bangsa’ ini sering dibawa-bawa dalam berbagai kasus berkaitan dengan sesuatu yang bernilai ekonomis di negeri ini, dan tentunya menjadi ‘tameng’ pembelaan. Sampai-sampai ketika saya membaca thread Twitter tentang seseorang (yang bukan siapa-siapa katanya) mencoba mengkritisi musisi Indonesia yang tengah naik daun pun, doi tetap bawa-bawa frase ini dalam jawaban pasif-agresifnya. Jadi bagi kita semua yang mempertanyakan kenapa frase tersebut begitu populer, artikel ini bisa sedikit memberikan insight tentangnya.

2

Apakah Aisyah Seorang Feminis?

Sebuah ulasan super komplit bagi orang yang penasaran dengan sosok Aisyah ra. sekaligus pada pandangan serta sikapnya yang ternyata sudah feminis meski kata ‘feminis’ sendiri belum tercipta. Sosok beliau tergambar jauh lebih jelas dibandingkan lagu Aisyah Istri Rasulullah yang sempat viral beberapa bulan yang lalu. Bukan bermaksud apa-apa, hanya saja semoga dengan viralnya lagu tersebut membuat orang akan penasaran tentang beliau dan akhirnya ketemu dengan artikel ini yang menceritakan bagaimana Aisyah ra. yang seperti kata penulisnya “menjadi inspirasi positif bagi kaum feminis Muslim yang meyakini perempuan berhak atas pendidikan dan untuk pintar seperti Aisyah”.

3

Demam Drama Korea Lintas Zaman

Judulnya memang kurang menggigit, tapi siapa sangka isi artikelnya memberi satu insight menarik tentang drama Korea yang selalu dibanding-bandingkan dengan sinetron Indonesia. Menarik untuk melihat bahwa Korea Selatan dan Indonesia sebenarnya memiliki kesamaan, sama-sama ‘mantan’ jajahan Jepang (yang juga terkenal dengan anime, dorama, serta manga), bahkan tanggal kemerdekaannya pun berdekatan (hanya berjarak 2 hari). Bahkan artikel yang diawali membahas mbak Han So-Hee yang menjadi bulan-bulanan warganet Indonesia pun memberikan insight menarik di akhir artikelnya terkait sejarah awal drama korea yang ternyata dimulai dari drama radio, sama seperti Indonesia dengan sandiwara radio Tutur Tinular maupun Sahur Sepuh yang melegenda. Artikel ini semakin memancing tanya dalam hati, kenapa nasib drama Korea dan sinetron Indonesia bisa begitu berbeda?

4

Mengurai Motif Pemerintah Rutin Mencap Kuliah Ilmu Sosial Tak Sesuai Kebutuhan Industri

Sebagai lulusan ilmu sosial humaniora yang ketika SMA mengambil jurusan IPA, saya sungguh tergelitik dengan artikel-artikel semacam ini. Saya seperti pihak yang terhakimi oleh pemerintah, ibarat kata sudah murtad dari jalur yang ‘benar’, ilmunya dianggap tak berguna untuk industri pula. Artikel ini membuat saya yang sebenarnya sudah paham dengan komersialisasi pendidikan di negeri ini, hanya bisa manggut-manggut dan senyam-senyum saat membacanya. Sambil ingin berbisik manja pada mereka bahwa tanpa ilmu komunikasi (jurusan kuliah saya) yang juga soshum ini, nggak bakal ada tuh orang yang bisa jadi humas, mikirin strategi dan desainin materi kampanye (baik politik maupun sosial), bahkan mungkin jadi admin medsos mereka yang ngatain ilmu kami tak berguna.

5

Empat Penyebar Islam Pra Wali Songo

Banyak perdebatan yang beredar di linimasa berbagai media sosial mengenai Islam, apakah agama ‘impor’ atau bukan? Sebenarnya saya tak peduli. Yang saya penasaran hanya bagaimana pertamanya agama ini masuk ke Nusantara, khususnya Jawa. Dari artikel ini, akhirnya saya mengenal alim ulama penyebar Islam di tanah Jawa, selain kesembilan Wali Songo (dan Syekh Siti Jenar yang tak dihitung tentunya). Artikel ini yang pertama saya temukan dan mengantarkan saya ke artikel tentang berbagai teori masuknya Islam ke Nusantara, hingga akhirnya membuat saya berpikir buku paket sejarah di sekolah yang bilang Islam masuk abad ke-5 dengan bukti nisan Fatimah binti Maimun, udah direvisi belum ya?

[mks_separator style=”dashed” height=”3″]

Subscribe Pijak Pustaka: bit.ly/pijakpustaka