Avonturir #5: Sanela Anles

Sanela Anles menekuni studi kearsipan, sebuah bidang studi yang cukup jarang ditempuh oleh orang Indonesia. Selain latar belakangnya tersebut, Sanel juga tertarik pada isu seksualitas. Ia pernah magang di LBH (Lembaga Bantuan Hukum) APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan) dan ikut terlibat dalam pembahasan RUU Kekerasan Seksual. Sanel bisa ditemui di Twitter dan Instagram. Berikut ini daftar bacaan yang direkomendasikan oleh Sanel:

1

‘Bandit Queen’ Kebangkita Perempuan Penyintas Kekerasan

Kekerasan berbasis gender tidak hanya berhubungan dengan orientasi seksual dan jenis kelamin. Film Bollywood Bandit Queen ini memperlihatkan bahwa ketidakadilan sosial dan ekonomi juga mempengaruhi kekerasan berbasis gender. Melalui ulasan ini, Film Bandit Queen digambarkan sebagai bentuk perlawanan atas kekerasan bertubi-tubi yang dihadapi si tokoh utama. Phoolan sang penyintas kerap kali disudutkan atas kekerasan yang dialaminya. Dalam artikel ini Phoolan sebagai anak perempuan, sebagai istri seringkali dianggap sebagai beban rumah tangga. Berbekal penderitaan yang dirasakannya, Phoolan melawan dan membebaskan dirinya dari kekerasan yang membelenggunya.

2

Seks Ditolak, Feminis yang Salah?

Lagi-lagi feminis dijadikan kambing hitam dari permasalahan seks. Daripada menahan diri dan berkaca bahwa pemaksaan hubungan seksual itu salah, malah menyalahkan feminis. Padahal pemaksaan hubungan seksual merupakan penindasan dan kepanjangan sifat Patriarki yang ingin merisak dan mengontrol perempuan. Tapi, perlu digarisbawahi tidak hanya laki-laki pecundang tukang manipulasi saja yang melanggengkan patriarki, perempuan juga bisa melakukannya dengan menjatuhkan sesamanya. Alih-alih membantu teman keluar dari jeratan kekerasan seksual malah semakin menghamburi korban dengan stigma-stigma buruk.

3

Bukan Cuma Tara Basro: Mengatur Tubuh Perempuan di Media

Apakah media tidak capai-capainya mengomentari dan mengobjektifikasi citra tubuh perempuan? Apakah perempuan tidak boleh bersuara mengenai tubuhnya? Media sebagai saluran yang dikonsumsi publik seharusnya dapat memberikan edukasi dan tidak memberikan label maupun stigma serta standar tentang tubuh perempuan. Artikel ini menguraikan bagaimana media membentuk persepsi akan citra dan tubuh perempuan sebagai sesuatu yang patut diatur-atur bentuk dan penampilannya. Tidak hanya media, pemerintah dengan aturan sensornya yang kadang tidak masuk akal juga melanggengkan pandangan semacam ini. “Bukannya melindungi, pemerintah malah ikut andil dalam pengekangan dengan melempar diskusi ini ke ranah moralitas publik yang didominasi laki-laki. Seolah, ruang perempuan untuk membicarakan masalahnya sendiri dibatasi.  Argumennya selalu sama: Tubuhmu sumber masalah, perempuan!”

4

Indonesia Tanpa Pacaran Wajib Nonton Film (500) Days of Summer

Gerakan Indonesia Tanpa Pacaran (ITP) seringkali bikin gemes dengan kampanye terselubungnya soal nikah muda. Padahal nikah muda bukan solusi dari kegiatan pre-marital seks. Artikel ini menyatakan bahwa ITP pengen merecoki program kerja BKKBN dengan kampanye nikah muda. Ditelisik lebih jauh ternyata ITP dan film 500 days of Summer memiliki kesamaan, sama-sama tidak mengenal konsep pacaran. Tapi, jangan salah sangka meskipun begitu Summer sang pelakon utama ngga ngajak lawan mainnya buat nikah muda. Artikel yang ringan dan jenaka ini merupakan bentuk refleksi bahwa pernikahan memerlukan kematangan dalam berpikir dan tidak semena-mena sekadar melegalkan kegiatan seksual.

5

Masalah Kekerasan Seksual adalah Problem Kita Semua

Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual masih menuai perdebatan pro dan kontra. RUU ini tidak kunjung disahkan karena narasi-narasi pro-Zina dan LGBTQ masih disebarluaskan. Hal ini amat disayangkan beberapa pihak karena permasalahan ini sudah diatur oleh Undang-Undang yang lain. Narasi lain yang disebarluaskan adalah RUU ini tidak pro-Pancasila. Padahal pengamalan sila kedua yaitu Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dapat diwujudkan melalui Undang-Undang ini. Perlu kita garis bawahi dan ketahui bahwa masalah kekerasan seksual adalah masalah kolektif. Dibutuhkan kesepakatan bersama untuk mencari solusi dan tindakan preventif untuk mencegah kekerasan seksual terjadi di masyarakat.

[mks_separator style=”dashed” height=”5″]

Selain artikel pilihan di atas, kamu juga bisa membaca karya-karya Sanel berikut ini:

[mks_separator style=”blank” height=”20″]

Subscribe Pijak Pustaka klik: bit.ly/pijakpustaka