Avonturir #7: Zahri Firdaus

Zahri adalah sarjana Sastra Jepang di UGM. Ia pernah menjadi anggota redaksi di salah satu pers mahasiswa di UGM. Kini ia menjadi pemerhati kultur korea. Zahri bisa ditemui di twitter dan instagram. Berikut ini 5 rekomendasi artikel dari Zahri:

1

Ketika Kita Tak Lagi Pantas Berdoa untuk Diri Sendiri

Pandemi Covid-19 yang tengah melanda saat ini, memberi dampak signifikan bagi seluruh umat di penjuru dunia. Beribu cara dilakukan, begitu juga doa dipanjatkan agar wabah ini segera berlalu. Melalui artikel ini, Iqbal Aji Daryono, mengajak pembaca untuk merefleksikan diri, apakah doa yang kita ucap setiap hari tersebut untuk kebaikan dunia atau semata karena keegoisan diri kita sendiri?

2

Norma(l) Baru

Baru-baru ini, istilah new normal atau norma baru kerap digaungkan ke seluruh penjuru tanah air. Istilah tersebut merujuk pada kehidupan normal baru yang harus dihadapi oleh masyarakat di tengah pandemi. Yusuf Arifin, melalui tulisan ini menjelaskan bahwa perilaku atau norma baru selalu terjadi seiring perjalanan kehidupan. Norma baru memang selalu akan mengguncang dan menimbulkan ketidaknyamanan, tetapi apa yang mengguncang dan tidak nyaman itu hanya untuk kita yang menjalani perubahan.

3

Kalau Mau Tembak, Tembaklah

”When you have to shoot, shoot! Don’t talk!”
Melalui potongan dialog dalam sebuah film bertemakan koboi tersebut, Eka Kurniawan menggambarkan kondisi masyarakat yang justru kebingungan terhadap kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi. Pemerintah ibarat seorang tokoh dalam film tersebut yang terlalu banyak omong, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan masyarakat. Padahal dalam film tersebut, terlalu banyak omong akan mengakibatkan musuh menembak sang tokoh terlebih dahulu.

4

Penanganan Corona Masih Terlalu Maskulin

Bicara mengenai penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah, sebagian besar aktor yang merumuskannya adalah seorang pria. Padahal, menurut Puthut EA, jika diteliti lebih lanjut, korban yang paling menderita dalam wabah ini adalah kaum hawa. Oleh karena itu, diperlukan suara-suara dan cara-cara yang lebih feminin untuk mengimbangi suara maskulin dalam penanganan Covid-19 kali ini.

5

Kita adalah Sehat, Sakit, dan Zona

Wabah Covid-19 kali ini telah mengubah tanda-tanda pengenal manusia. Sebagai contohnya, kini di bandara, manusia tidak lagi ditandai dari ciri-ciri wajahnya, suku, ras, negara asal maupun bahasa yang digunakannya, melainkan dari berapa derajat suhu tubuh mereka. Selain itu, pandemi ini juga gambaran suatu wilayah mulai dari daerah, provinsi maupun negara. Jika sebelumnya imeji suatu wilayah menggambarkan ikon atau identitas dari wilayah tersebut, kini gambarannya telah bergeser menjadi status zona dan statistik kasus yang dimilikinya.

[mks_separator style=”dashed” height=”3″]

Selain artikel-artikel di atas, kamu juga bisa membaca karya Zahri berikut ini:

[mks_separator style=”blank” height=”12″]

Subscribe Pijak Pustaka klik: bit.ly/pijakpustaka