Kategori
Transportasi

ODOL Sang Pembunuh Jalanan

Belum sampai sebulan lamanya, terjadi kecelakaan antara truk bermuatan kayu dengan bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) di ruas Tol Ungaran-Bawen pada tanggal 14 Februari 2020. Kecelakaan ini disebabkan oleh rantai yang menderek truk bermuatan kayu putus kemudian membuat truk bermuatan tersebut meluncur bebas ke arah Bus Sinar Jaya. Dua orang meninggal dunia dalam kejadian tersebut.

Kecelakaan juga terjadi di Tol Cipularang dengan tersangka utama dump truck yang mengalami rem blong. Setelah diselidiki oleh Traffic Accident Analysis (TAA) Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) terjadi pelanggaran muatan oleh dump truck sampai 300 persen dari beban yang disyaratkan. Truk tersebut melakukan pelanggaran berupa Over Dimension and Over Loading (ODOL).

ODOL sendiri merupakan istilah yang mulai terkenal di dunia transportasi. ODOL merupakan istilah yang menunjukkan sebuah kendaraan terutama barang yang memiliki beban dan dimensi angkutan melebihi persyaratan. Pada tahun 2019 total kecelakaan lalu lintas mencapai 116.395 kasus dengan sekitar 60 persen disebabkan oleh ODOL.

Fenomena ODOL merupakan permasalahan multi dimensi. Mulai dari Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian PUPR, Industri, Organda, Masyarakat, dan Pemerintah Daerah. Persoalan ODOL tidak hanya mencakup aspek transportasi saja namun sudah merambat pada permasalahan sosial ekonomi masyarakat.

Peristiwa ODOL mirip seperti kasus korupsi, sudah sering terjadi, banyak kasus, namun penindakan terhadap truk-truk ODOL masih kurang maksimal. Terdapat perbedaan kepentingan pula antara regulator transportasi dengan regulator industri. Industri mengeluh persoalan keuntungan perusahaan yang sempit jika harus patuh dengan aturan beban dan dimensi, sedangkan pengatur lalu lintas ingin mengurangi risiko kecelakaan akibat dimensi dan berat yang berlebihan.

Penindakan ODOL tidak boleh hanya memberikan denda kepada truk yang berat dan dimensinya berlebihan namun truk tersebut tidak diberikan izin untuk melakukan perjalanan. Tidak diberikannya izin melakukan perjalanan akan lebih memberikan efek jera terhadap perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Respon pemerintah terhadap kendaraan ODOL pun perlu ditingkatkan.

Peningkatan yang bisa dilakukan antara lain adalah penegakan hokum oleh pemerintah serta kepatuhan oleh industri. Pengecekan kendaraan pun harus lebih teratur serta harus dilakukan penegakan hokum terhadap oknum jembatan timbang yang memberikan izin pada kendaraan ODOL.

 

Kategori
Society Transportasi

Mengapa Jalan Magelang Angka Kecelakaannya Tertinggi di Sleman?

Bukan di Jalan Magelang btw, cuma ilustrasi
Difoto oleh Mr. Path

Kabar mengejutkan itu datang menjelang subuh. Saya kemudian mengayuh sepeda ke rumah sakit Bethesda. Di sana sudah ada orang tua dari teman SMA saya. Teman saya itu baru saja meninggal setelah mengalami kecelakaan di Jalan Magelang-Jogja. Stang kiri motor yang ia kendarai menyenggol bak pick up yang parkir di bahu jalan.

*** 

Selasa 17 Juli 2018, teman sekampus saya, Intan Tyalita Prendanadia mempresentasikan tugas akhirnya di Teknik Sipil dan Lingkungan UGM. Ia menganalisis keselamatan jalan Jogja-Magelang KM 7 sampai 11 serta usulan perbaikannya.

Pertama Intan menyampaikan bahwa, jalan Jogja-Magelang merupakan jalan dengan tingkat kecelakaan paling tinggi di Kabupaten Sleman. Itu berdasarkan data Satlantas Polres Sleman yang dikutip oleh Febrianto dalam skripsinya yang berjudul Identifikasi Lokasi Rawan Kecelakaan (Studi Kasus: Jalan Magelang km 7 – km 16).

Dari hasil penelusuran Intan, bahu luar jalan ini hanya 50 sentimeter dan bahu dalamnya 25 sentimeter. Bahu jalan diperkeras dengan aspal, sama seperti badan jalannya. Namun, di beberapa bagian lain, bahu luar jalan lebih lebar, yaitu 100 sentimeter yang terdiri dari 25 sentimeter diperkeras dan 75 sentimeter tidak diperkeras (berupa tanah).

Bahu jalan amat penting di jalan raya. Ia memfasilitasi keadaan darurat kendaraan yang sedang melintas, misalnya ban kempes. Ia juga berfungsi sebagai tempat berhenti kendaraan. Sehingga, lebar bahu jalan haruslah cukup untuk menampung lebar kendaraan yang boleh melintas di situ. Bahu jalan yang terlalu sempit dapat membahayakan pengguna jalan.

Karena jalan ini merupakan jalan nasional arteri primer kelas II, maka menurut Permen PU Nomor 19 Tahun 2011, lebar bahu luar seharusnya 2 meter dan bahu dalam 0,5 meter. Intan menyarankan bahu luar jalan ini diperlebar menjadi 2 meter dan diperkeras rata dengan badan jalan.

Median Jalan Magelang juga tidak memenuhi persyaratan. Bangunan yang memisahkan Jalan Magelang menjadi dua jalur ini mempunyai lebar 95 sentimeter dengan konfigurasi 25 cm untuk kedua bahu dalam dan 45 cm untuk bangunan pemisahnya. Di bagian yang lain ada yang lebar bangunan pemisahnya 80 cm dengan lebar bahu dalamnya juga 25 cm. Kedua median ini mempunyai tinggi 30 sentimeter. Padahal, standar median untuk Jalan Magelang seharusnya 2 meter dengan konfigurasi 75 cm (bahu dalam) + 50 cm (bangunan pemisah) + 75 cm (bahu dalam). Median juga seharusnya dilengkapi bangunan penghalang setinggi 1,1 meter.

Median Jalan Magelang di beberapa bagian sengaja diputus sebagai tempat putar balik. Panjang fasilitas putar balik yang tersedia bervariasi antara 15 sampai 20 meter. Apabila ditinjau fasilitas putar balik yang paling pendek, yaitu 15 meter, dan median yang paling lebar yaitu 80 cm, maka mobil kecil saja yang mempunyai radius putar minimum 4,2 meter akan kesulitan melakukan putar balik. Intan menyatakan kendaraan tersebut tidak dapat melakukan manuver dari sisi paling dalam lajur ke sisi paling dalam lajur di jalur lawan. Gambar berikut mengilustrasikan hal tersebut.

Digambar oleh Intan
Anda bisa membayangkan berkendara di jalur yang bawah lalu Anda harus berhadapan dengan perilaku mobil seperti di gambar di atas…

Intan mengusulkan dua opsi. Pertama, median jalan diperlebar hingga 8 meter, agar sesuai dengan aturan Perencanaan Putaran Balik No. 06/BM/2005. Sehingga, mobil dapat melakukan putar balik dengan leluasa. Akan tetapi, memperlebar median hingga 8 meter dirasa terlalu sulit.

Opsi kedua, cukup memperlebar median sehingga lebar totalnya 2 meter, tetapi membuat lajur tambahan untuk fasilitas putar balik di jalur lawan. Intan mengusulkan panjang lajur tambahan ini 30 meter, seperti dapat dilihat pada gambar berikut.

Digambar oleh Intan
Persimpangan di Jalan Magelang ternyata juga mempunyai masalah, yakni simpang di km 10 (Lapangan Denggung) dan yang berada di km 10,5. Kedua simpang ini tidak saling tegak atau tidak 90 derajat. Akibatnya, pengendara mengalami kesulitan saat hendak berbelok dari lengan satu ke lengan lain yang memiliki sudut kurang dari 90 derajat. Belokannya terlalu tajam. Intan mengusulkan belokan yang terlalu tajam tersebut dipotong agar lebih nyaman dan berkeselamatan. Usulan Intan tersebut dapat dilihat di gambar berikut.
Simpang Denggung km 10 (digambar oleh Intan)
Simpang km 10,5 (digambar oleh Intan)
Beberapa hal lain perlu diperbaiki di Jalan Magelang ialah pohon yang menutupi jarak pandang, rambu, dan lampu merah-kuning-ijo; saluran drainase yang terisi sampah; papan iklan yang mengganggu jarak pandang; serta marka jalan yang sudah pudar.

Pembenahan geometri Jalan Magelang berguna untuk mengurangi angka kecelakaan di jalan tersebut. Setidaknya, apabila terjadi kecelakaan, pengendara tidak mendapatkan efek yang serius. Karena nyawa tak ada harganya.

Data kecelakaan pun mesti ditingkatkan lagi kualitasnya. Karena selama ini data kecelakaan hanya tersedia angkanya saja. Penyebab kecelakaannya tidak diketahui. Padahal itu berguna untuk memilih langkah pencegahan yang tepat.

Dandy IM
PijakID