Kategori
Transportasi

Pilihan Transportasi Massal Buy The Service

Pembelian layanan jasa oleh pemerintah untuk urusan publik menjadi pilihan kebijakan yang perlu terus didorong. Bus sebagai transportasi massal adalah satu pilihan rasional karena mengangkut lebih banyak penumpang dalam satu waktu.

Ada banyak pilihan lain, untuk alat transportasi massal di tanah air. Selain bus, ada angkutan pedesaan dengan trayek yang dilayani sesuai kebutuhan mobilitas warga di daerah. Bus menjadi alat transportasi strategis bagi sebuah wilayah dan kawasan.

Pertanyaan publiknya, siapa yang tepat mengurusi dan mengelola pelayanan jasa transportasi massal agar bisa bekerja optimal memberikan layanan ke publik?

Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM dan pusat kajian serupa di perguruan tinggi di Surabaya beberapa dekade terakhir memberikan rekomendasi berkaitan transportasi massal untuk rakyat. Beberapa kota di tanah air menjadi proyek percontohan bagi hadirnya pelayanan publik berkaitan dengan transportasi massal ini, yakni konsep buy the service atau pemerintah membeli jasa pelayanan.

Hadirnya TransJakarta, Trans Yogyakarta, Trans Bandung, Trans Semarang, Trans Solo dan sejumlah kota lain merupakan hilir kebijakan pemerintah yang diterapkan oleh masing-masing daerah.

Sejarah transportasi massal di Indonesia cukup berliku dan panjang. Di film dokumenter, Mothers Dao, bisa terlacak bagaimana Belanda datang ke Indonesia sudah membuat perencanaan tata ruang kota modern seperti di Batavia juga di sejumlah kota lain di Indonesia.

Di Batavia dikenal banyak trem yang menghubungkan pusat-pusat perekonomian, perkantoran, dan titik lain seperti pelabuhan. Semua terhubung dengan lajur transportasi rel. Kemajuan teknologi masa itu, di tahun 1800-1900an memang dominan kereta, baik kereta kencana untuk elit maupun kereta rakyat seperti trem.

Mobil bermesin generasi pertama sudah berkeliaran di nusantara yang dimiliki oleh Keraton Surakarta tak begitu lama setelah mobil dirilis pabriknya di Eropa.

Menyelami kehadiran transportasi publik yang handal sejatinya sudah lama dinikmati oleh rakyat Indonesia bahkan jauh hari sebelum merdeka. Namun, hadirnya kendaraan bermotor tersebut masih sebatas digunakan kaum elit sebagai simbol kesejahteraan, simbol kekayaan. Belum ada kebutuhan pentingnya kendaraan bermotor yang melayani lebih banyak orang.

Fase transportasi massal mendapatkan perhatian oleh pemerintah belum lama. Sayangnya sudah lama urusan transportasi tak dilihat sebagai pijakan dasar kebutuhan publik. Setelah merdeka, hal pertama soal pembangunan infrastruktur ternyata berhadapan dengan moral hazard atau perilaku buruk, koruptif dan korupsi.

Kalau membuka timeline atau urutan peristiwa berkaitan tranaportasi massal menarik juga untuk melihat kembali masa lalu. Saat urusan transportasi dilepas tata kelola layanan dibuka lebar kesempatan bagi siapa saja yang ingin terlibat berbisnis ternyata tak sepenuhnya berhasil memberikan layanan optimal. Ada ongkos biaya operasional yang penting guna menopang pilihan layanan buy the service.

Masalahnya di masa krisis, banyak perusahaan transportasi massal gulung tikar. Tidak bisa membiayai dan meremajakan armada juga perawatan bus jadi persoalan mendasar.

Tingginya komponen impor menjadikan ongkos perawatan transportasi massal seperti bus ini juga tinggi. Indonesia itu penghasil karet, berpeluang jadi produsen, faktualnya nasib petani penghasil karet belum bisa sejahtera sepenuhnya.

Krisis berat, sudah pernah dialami oleh pengusaha jasa layanan angkutan publik transportasi massal. Ada yang bertahan dan lolos jebakan kebangkrutan meski banyak juga yang berhenti karena gagal dan salah kelola.

Siapa yang rugi?

Kala jasa layanan transportasi massal tak bisa dihandalkan. Sementara di jalanan tingkat pertumbuhan kendaraan bermotor begitu massif. Jepang, salah satu negara yang aktif memasarkan produknya di tanah air. Eropa, banyak bus hasil pabrikan yang dibeli dari sana, sejumlah merk dunia bersliweran . Di Indonesia, bermunculan karoseri yang buka peluang kerja dan layani publik.

Hari-hari ini, urusan publik bergantian menyedot perhatian. Nah, di hari-hari ini juga banyak daerah tengah bersiap memilih pemimpin.

Suasana pandemi, kembali memukul sektor transportasi. Apa daya, pengusaha dan usaha jasa transportasi massal harus beradaptasi. Seberapa kuat?

Masa pandemi ini waktu yang tepat untuk menata ulang aneka kebijakan termasuk memastikan model pelayanan publik yang ideal.

Siapa mau?

Tinggalkan komentar